Didi Turmudzi, Rektor Unpad Tidak Harus Sunda Tapi Harus Memiliki Jiwa Nyunda
Dibaca : 407 kali

Saya merasa sedikit was-was terkait pemilihan rektor Unpad kali ini ditambah ada isu-isu yang bermacam-macam dan saya selaku almuni Unpad merasa berkepentingan untuk ini, ujar Didi Turmudzi pada saat konferensi pers di Gedung Paguyuban Pasundan, Jalan Sumatera, Propisi Jawa Barat. Jumat,(28/9/2018).
Didi Turmudzi menjelaskan sebagai calon Rektor Universitas Pajajaran tidak harus berasal dari suku Sunda namun harus memiliki jiwa “Nyunda”, memiliki karakter yang ramah, toleran, santun dan berperilaku baik. Saya kira permasalahan suku sudah cukuplah, karena sejauh ini juga di kota lain tidak terlalu mempermasalahkan suku”, lanjutnya.
Indonesia memiliki lambang yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang memiliki arti Saya Menjadi Kami dan Kami Menjadi Kita. Didi menganggap siapapun yang datang ke Jawa Barat dan ingin berkontribusi dipersilahkan.
Sejauh ini ada tiga besar calon Rektor Unpad yang sudah terpilih pada hari Sabtu (15/9/2019), di Sekretariat Majelis Wali Amanat Unpad Jalan Cimandiri Bandung, Jawa Barat. Meliputi, Prof. Dr. H Obsatar Sianaga, Aldrin Herwany, SE, MM, Ph.D dan Prof. H Atip Latipulyat, SH, LLM.
Dalam pemilihan rektor, Didi juga berharap para rektor yang dipilih nanti harus mempunyai kualitas, kemampuan dan bisa bersaing di dunia era revolusi industri. Saya berharap proses pemilihan ini bisa berjalan baik, lancar dan tetap berpegang pada nilai-nilai akademik, budaya dan agama, tutupnya.
Adapun isu, soal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilakukan oleh salah satu calon rektor, 16 tahun lalu, Didi berharap itu domainnya pribadi dan tidak dipolitisasi untuk kepentingan sesaat kelompok tertentu.
Tentunya setiap orang punya masalah, dan itu wilayah privasi. Saya hanya ingin katakan jika karakter sunda itu terbuka dan saling asah, asih, asuh,” tegas lelaki yang juga Direktur Pascasarjana Unpas ini.
Seperti diketahui beberapa kelompok yang beberapa oknum organisasi masyarakat memprotes 3 Calon Rektor Unpad periode 2019-2023 yang telah ditetapkan MWA dalam Pleno, 15 September lalu.
Diantara alasana yang berkembang adalah mengenai penolakan non sunda dan KDRT yang berlangsung pada 2002 alias 16 tahun lalu. (Red/Eca).
Editor: Redaksi
Komentar