Jakarta, rakyatbicara.co.id – Buntut dari pemakaman almarhum Lukman Djuhari yang terjadi pada tanggal 22 Nopember 2020, ternyata berlanjut pada ranah hukum. Pasalnya, almarhum Lukman yang telah beragama Islam pada tanggal 14 April 2016 silam, dimakamkan secara non Islam oleh keluarganya, yang diprakarsai oleh kakak kandung almarhum Irwan Djuhari, tanpa persetujuan istrinya sendiri.
Istri almarhum Lukman yang bernama Yuli Isnawati yang dinikahinya secara resmi dan tercatat di KUA Penjaringan Jakarta Utara dengan Akta Nikah no 0523/20/VIII/2016 tertanggal 20 Agustus 2016 ini secara pribadi merasa tersinggung karena haknya dilangkahi oleh kakak iparnya, kemudian melayangkan surat laporan kepada Polisi.
Delik aduan yang dilakukan oleh Yuli adalah bahwa Irwan Djuhari selaku kakak kandung almarhum suaminya adalah Menistakan Agama yang Dianut oleh Almarhum Lukman Djuhari dengan Menghilangkan asal usul almarhum.
Secara umum bisa kita lihat, bahwa adanya upaya tersebut adalah untuk memutus kekuatan hukum yang berkaitan dengan hak-hak anak dan istri almarhum Lukman yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan mereka, seperti pengakuan asal-usul, hak waris dan lain sebagainya.
Beberapa minggu setelah penguburan itu terjadi, Yuli Isnawaty terusir dari rumah yg ditinggali bersama almarhum sebelum meninggal, bahkan keluar dari rumah tanpa diperbolehkan membawa apapun dari rumah tersebut, dan masih banyak lagi harta yg tidak bisa diambil oleh istri dan anak dari almarhum Lukman tersebut.
“Yang dilakukan oleh kakak ipar pelapor memenuhi kaidah Pasal 277 KUHP ayat 1 yamg berbunyi Barangsiapa dengan salah satu perbuatan dengan sengaja menggelapkan asal-usul seseorang, diancam karena penggelapan asal – usul dengan pidana penjara paling lama
enam tahun.” Ujar Marusaha.SH advokat dari Dhipa Adista Justicia, yang juga penasehat hukum Yuli, istri Almarhum Lukman.
“Selain itu, Irwan juga bisa dikenakan Pasal 156a KUHP yang berbunyi, Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan, a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Pungkas Ahmad Yani, SH yang juga advokat dari Dhipa Adista Justicia melengkapi keterangannya.
Tentunya kasus ini merupakan pembelajaran yang mahal, dimana bangsa ini sedang bergerak membangun toleransi dan tenggang rasa antar sesama anak bangsa, ternyata masih juga terjadi hal seperti ini. (Red)